Mola Hidatidosa merupakan bagian dari penyakit tropoblas dan dimasukan dalam Gestasional Trophoblastic Disease. Sel trofoblas hanya ditemukan pada wanita hamil, apabila ditemukan pada wanita tidak hamil pada teratoma ovarium disebut Non Gestasional Trophoblastic Disease.
Pada umumnya kehamilan diharapkan berakhir dengan sempurna tetapi
sering kali terjadi kegagalan, maka dapat kita simpulkan bahwa penyakit
trofoblas dimana Mola Hidatidosa termasuk di dalamnya pada hakekatnya
adalah kegagalan konsepsi kehamilan.
Mola
Hidatidosa yang dikenal awam sebagai hamil anggur, mempunyai frekuensi
insiden yang cukup tinggi. Frekuensi insiden di Asia menunjukan lebih
tinggi daripada di negara barat. Di Indonesia 1:51 sampai 1:141
kehamilan, di Jepang 1: 500 kehamilan, di USA 1:1450 sementara itu di
Inggris 1:1500. Secara umum sebagian besar negara di dunia 1: 1000
kehamilan. Hal ini mungkin dikarenakan sebagian besar negara Asia
mempunyai jumlah penduduk yang masih di bawah garis kemiskinan ( status
sosio ekonomi yang rendah ) yang menyebabkan tingkat gizi yang rendah
khususnya defisiensi protein, asam folat dan karoten. Menurut penelitian
umur memegang peranan, umur di bawah 20 tahun dan diatas 40 tahun
mempunyai resiko lebih tinggi menderita kehamilan mola ini.
Mola yang termasuk jinak dapat berubah
menjadi tumor trofoblas yang ganas. Mola ini kadang masih mengandung
vilus di samping trofoblas yang berproliferasi dan dapat mengadakan
invasi yang umumnya bersifat lokal dan dinamakan mola destruens ( jenis
vilosum ) selain itu, terdapat pula tumor trofoblas tanpa stroma yang
umumnya tidak hanya berinvasi pada uterus saja tapi dapat menyebar ke
organ lain dinamakan koriokarsinoma. Hal ini akan dijelaskan lebih
lanjut.
Untuk mengetahui adanya mola hidatidosa
harus dideteksi secara dini, perdarahan yang disertai dengan
gelembung-gelembung, hiperemesis gravidarum atau pre-eklamsia –eklamsia
sebelum 24 minggu, pemeriksaan penunjang USG dan kadar kuantitatif
menentukan diagnosis lebih cepat dan prognosis yang lebih baik.
A. Definisi
Mola berasal dari bahasa latin yang berarti massa dan hidatidosa berasal dari kata Hydats yang berarti tetesan air.
Mola hidatidosa adalah kehamilan yang
berkembang tidak wajar ( konsepsi yang patologis) dimana tidak ditemukan
janin dan hampir seluruh vili korialis mengalalami perubahan hidropik.
Dalam hal demikian disebut Mola Hidatidosa atau Complete mole sedangkan bila disertai janin atau bagian janin disebut sebagai Mola Parsialis atau Partial mole.
B. Etiologi dan faktor resiko
Penyebab dari mola belum
sepenuhnya diketahui dengan pasti tetapi ada beberapa dugaan yang bisa
menyebabkan terjadinya mola :
1) Faktor ovum memang sudah patologik, tetapi terlambat untuk dikeluarkan
2) Imunoselektif dari trofoblas
3) Keadaan sosioekonomi yang rendah
4) Malnutrisi, defisiensi protein, asam folat, karoten, vitamin, lemak hewani
5) Paritas tinggi
6) Umur, resiko tinggi kehamilan dibawah 20 atau diatas 40 tahun
7) Infeksi virus dan faktor kromosom yang belum jelas
8) Suku bangsa ( ras ) dan faktor geografi yang belum jelas
C. Patogenesis
Ada beberapa teori yang dapat menerangkan patogenesis penyakit ini.
- Teori missed abortion.
Kematian mudigah pada usia kehamilan 3-5
minggu saat dimana seharusnya sirkulasi fetomaternal terbentuk
menyebabkan gangguan peredaran darah. Sekresi dari sel-sel yang
mengalami hiperplasia dan menghasilkan substansi-substansi yang berasal
dari sirkulasi ibu diakumulasikan ke dalam stroma villi sehingga terjadi
kista villi yang kecil-kecil. Cairan yang terdapat dalam kista tersebut
menyerupai cairan ascites atau edema tetapi kaya akan HCG.
2. Teori neoplasma dari park
Teori ini mengemukakan bahwa yang
abnormal adalah sel-sel trofoblas, yang mempunyai fungsi yang abnormal
pula, dimana terjadi resorpsi cairan yang berlebihan ke dalam vili
sehingga timbul gelembung. Hal ini menyebabkan gangguan peredaran darah
dan kematian mudigah. Sebagian dari vili berubah menjadi
gelembung-gelembung yang berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin,
hanya pada mola parsial kadang-kadang ditemukan janin.
Gelembung-gelembung ini sebesar butir kacang hijau sampai sebesar buah
anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh kavum uterus.
D. Histopatologi
Pada mola komplit didapatkan gambaran
histologi berupa pembengkakan stroma vili, avaskular vili, proliferasi
trofoblas sedangkan pada mola parsial bisa didapatkan stroma vili yang
mengalami pembengkakan maupun stroma vili yang berukuran normal,
fibrosis stroma vili-vili kecil dan invaginasi trofoblas ke dalam stroma
vili.
E. Patofisiologi
Pada Mola Hidatidosa atau Complete mole tidak
ada jaringan fetus/janin. 90% merupakan kromosom 46,XX dan 10%
merupakan kromosom 46, XY. Semua kromosom berasal dari paternal. Sebuah
enukliasi telur dibuahi oleh sperma haploid (yang kemudian berduplikasi
menjadi masing-masing kromosom), atau sel telur dibuahi oleh dua sperma.
Pada mola hidatidosa, vili korion menyerupai anggur dan hiperplasia
trofoblastik muncul.
Pada Mola parsialis atau Partial mole jaringan
fetus/janin dapat ditemukan. Eritrosit dan pembuluh darah janin pada
vili dapat ditemukan. Komplemen kromosom nya 69,XXX atau 69 XXY.
Kromosom tersebut merupakan hasil dari pembuahan sel telur haploid dan
duplikasi dari kromosom haploid paternal. Seperti pada Complete mole, jaringan hiperplasia trofoblastik dan vili korion yang lunak pun muncul pada mola ini.
F. Klasifikasi
Ada 4 tipe Gestasional Trophoblastic Disease / Penyakit Trofoblas menurut ACS (American Cancer Society) yaitu:
- Mola hidatidosa (komplit dan parsial)
- Mola invasiv / koriokarsinoma villosum
- koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum
- placental site trophoblastic disease
Ada berbagai macam klasifikasi dalam kepustakaan dunia, salah satu-nya adalah :
- Penyakit trofoblas jinak
- mola hidatidosa/komplit
- mola hidatidosa parsial
- Penyakit trofoblas ganas
- Non metastase
- Metastase
- Prognosis baik
- Prognosis buruk
Mola hidatidosa/komplet
Mola hidatidosa komplet lebih sering
daripada mola hidatidosa parsial. Resiko untuk berkembang menjadi tumor
trofoblas dari mola sekitara 20 %. Mola hidatidosa merupakan hasil
konsepsi tanpa adanya embrio. Ditandai dengan gambaran seperti
sekelompok buah anggur. Villi khorialis yang berkembang menjadi massa
vesikel yang jernih vesikel tersebut tumbuh besar dan mengisi seluruh
cavum uteri
vesikel tersebut terdiri dari berbagai
ukuran yang hampir tidak terlihat sampai beberapa centimeter diameternya
struktur histologis nya bersifat
- degenerasi hidropik dan edema/pembengkakan stroma villi
- tidak adanya pembuluh darah pada villi yang edema
- proliferasi dari epitel tropoblas mencapai beberapa tingkatan/derajat beragam
- tidak adanya fetus atau amnion
Berbagai penelitian sitogenetik terhadap
kehamilan mola komplit, menemukan komposisi kromosom yang paling sering
46, XX, dengan kromosom sepenuhnya berasal dari ayah. Ovum dibuahi oleh
sebuah sperma haploid yang kemudian mengadakan duplikasi kromosomnya
sendiri setelah meiosis. Kromosom ovum bisa tidak terlihat atau tampak
tidak aktif. Tetapi semua mola hidatidosa komplit tidak begitu khas dan
kadang-kadang pola kromosom pada mola komplit bisa 46, XY. Dalam keadaan
ini, dua sperma membuahi satu ovum yang tidak mengandung kromosom.
Variasi lain juga pernah dikemukakan yaitu 45,X. Resiko neoplasia
trofoblastik yang terjadi pada mola komplit kurang lebih sebesar 20%.
Mola hidatidosa parsial
Kalau perubahan hidatidosa bersifat fokal
dan belum begitu jauh dan masih terdapat janin dan sedikitnya kantong
amnion keadaan ini disebut sebagai mola parsialis. Pada sebagian villi
yang biasanya avaskuler terjadi pembengkakan hidatidosa yang berjalan
lambat sementara villi yang lainnya yang vaskuler dengan sirkulasi darah
fetus plasenta yang berfungsi tidak mengalami perubahan .
Hiperplasia tropoblastik yang terjadi
lebih bersifat fokal daripada generalisata, kariotipe secara khas
triploid yang bisa 69,xxy atau 69,xyy dengan satu komplemen maternal
tapi biasanya dengan dua komplemen haploid paternal. Janin secara khas
menunjukan stigmata triploid yang mencakup malformasi kongenital
multipel dan retardasi pertumbuhan. Resiko terjadinya koriokarasinoma
sangatlah kecil
Tabel karakteristik mola hidatidosa komplet dan parsialis
Mola hidatidosa/komplet | Mola hidatidosa parsial | |
Kariotipe | Diploid(46,XX atau 46,XY) | Triploid (69,XXX atau 69, XXY) |
Patologi | ||
Fetus | Tidak ada | kadang-kadang ada |
Amnion, sel darah merah janin | Tidak ada | kadang-kadang ada |
Edema villa | Difus | Bervariasi, fokal |
Proliferasi trofoblastik | Bervariasi, ringan sampai berat | Bervariasi, fokal, ringan sampai sedang |
Gambaran klinis | ||
Diagnosis | Kehamilan mola | Missed Abortion |
Ukuran uterus | 50% lebih besar u/ umur kehamilan | Kecil u/ umur kehamilan |
Kista theca-lutein | 25-30% | Jarang |
Komplikasi | Sering terjadi | Jarang |
Penyakit post mola |
β-Hcg20%
meningkat (> 50.000)< 5-10%
Meningkat sedikit (<50.000
(dari The American College of Obstetricians and Gynecologists 1993)
Mola invasiv / koriokarsinoma villosum
Mola invasiv merupakan bentuk mola
hidatidosa yang menginvasi miometrium. Sel-sel trofoblas dengan vili
korialis akan menyusup ke dalam miometrium kemudian tidak jarang
mengadakan perforasi pada dinding uterus dan menyebabkan perdarahan
intraabdominal. Dapat pula masuk ke dalam vena seperti vena uterina dan
terus ke vena iliaka interna. Mola ini berkembang pada ± 20% wanita yang
menderita mola hidatidosa komplet setelah dikuret. Resiko pada wanita
ini meningkat bila :
- waktu yang lama (> 4 bulan) dari periode berhenti dan perawatan
- uterus menjadi sangat besar
- usia > 40 tahun
- mempunyai riwayat GTD sebelumnya
Apabila mola ini berkembang terus, dapat
menyebabkan lubang di uterus dan berdarah dengan mudah. Mola ini dapat
komplet atau parsial, terkadang dapat menghilang sendiri atau
membutuhkan kemoterapi. Apabila disertai perdarahan abdomen sering
dilakukan histerektomi. Pada 15% kasus tumor menyebar/metastasis
melalui pembuluh darah ke organ lain, biasanya ke paru-paru.
Koriokarsinoma / koriokarsinoma non villosum
Penyakit ini merupakan jenis yang
terganas dari penyakit trofoblas. Sebagian besar didahului oleh mola
hidatidosa (83,3%) tetapi dapat juga didahului oleh abortus atau
persalinan biasa (7,6%). Tumbuh sangat cepat dan sering menyebabkan
metastasis ke organ-organ lain seperti paru-paru, vulva, vagina, hepar
dan otak. Bila setelah akhir suatu kehamilan terjadi
perdarahan-perdarahan yang tidak teratur, disertai tanda subinvolusi
uterus kita harus curiga adanya koriokarsinoma. Acosta Sison mengajukan
istilah HBEs
- H à having expelled a product of conception
- Bà bleeding
- Es à Enlargement and softness of the uterus
Terlebih lagi apabila disertai kenaikan Hcg dan adanya metastasis.
Placental site trophoblastic disease
Merupakan bentuk yang jarang terjadi,
berkembang ketika plasenta menyentuh uterus. Tumor ini biasanya
berkembang setelah kehamilan normal atau abortus. Kebanyakan tidak
menyebar ke organ lain dan tidak sensitif terhadap kemoterapi seperti
jenis lain, oleh karena itu pada tipe ini memerlukan operasi sebagai
penanganan.
Trofoblas non metastase
Pada jenis ini tidak terdapat penyebaran
penyakit di luar uterus. Diagnosa biasanya dibuat selama follow up
setelah penanganan kehamilan mola. Terapi untuk pasien ini ada dua
pilihan yaitu kemoterapi dosis tunggal atau kombinasi kemoterapi dan
histerektomi pada pasien yang tidak ingin mempertahankan fungsi
reproduksinya lagi.
Dosis obat yang dianjurkan:
- MTX 30-60 mg/m2 IM 1 minggu sekali
- MTX 0,4 mg/kgbb/hari IV atau IM untuk 5 hari, ulangi tiap 14 hari
- MTX 1 mg/kgbb IM pada hari 1,3,5,7 dan asam folat 0,1 mg/kgbb IM pada hari 2,4,6,8
- Dactinomycin 1,25 mg/m2 IV setiap 14 hari
- Dactinomycin 10-12 μg/kg/hari IV untuk 5 hari, ulangi setiap 14 hari.
MTX kontraindikasi pada kelainan hepar
atau ketika fungsi ginjal terganggu. Selama pengobatan, kadar β-hCG dan
darah lengkap harus diperiksa. β-hCG harus diperiksa sekurang-kurangnya
selama 12 bulan setelah kadarnya normal.
Trofoblas metastase / Koriokarsinoma klinik
Pada jenis ini terdapat penyebaran penyakit di luar uterus. Ada beberapa klasifikasi untuk penyakit trofoblas metastase.
Menurut National Cancer Institute, kategori ini dibagi dalam dua kelompok yaitu:
- Kelompok Prognosis baik/Resiko rendah
- Kehamilan terakhir < 4 bulan
- Kadar βHCG < 40.000 mUI/mL
- Tidak terdapat metastase ke otak maupun hati
- Belum pernah dikemoterapi sebelumnya
2. Kelompok Prognosis buruk/Resiko tinggi
- Kehamilan terakhir > 4 bulan
- Kadar βHCG > 40.000 mUI/mL
- Terdapat metastase ke otak maupun hati
- Terdapat kegagalan kemoterapi sebelumnya
- Kehamilan sebelumnya aterm
Pada kelompok prognosis baik, kemoterapi
dosis tunggal seperti pada trofoblas non metastase di atas biasanya
berhasil dengan MTX sebagai obat pilihan. Dosis MTX 20 mg/hari selama 5
hari berturut-turut, berhenti satu minggu, kemudian diulangi kembali
sampai kadar HCG mencapai nilai normal tiga kali berturut-turut.
Keuntungan dosis tunggal ini adalah lebih sedikit toksik dibandingkan
dengan dosis ganda.
Pada kelompok prognosis buruk, diberikan
pengobatan kombinasi. Untuk mengurangi efek samping, diberikan
leucovorin. Untuk kasus dengan pendarahan hebat atau uterus yang besar,
histeroktomi masih mempunyai tempat, tetapi harus diteruskan dengan
sitostatika. Harahap menganggap bahwa terapi gabungan antara
histerektomi dan sitostatika memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini
dapat diterima bila penderita tidak muda lagi dan telah cukup mempunyai
anak. Walaupun sitostatika ini sangat berharga dalam pengobatan
koriokarsinoma, tetapi harus diinsyafi bahwa obat ini berbahaya bahkan
dapat menimbulkan kematian kalau tidak diawasi dengan benar. Karena itu,
sebelum dan sesudah pemberian sitostatika harus diperiksa sistem
hemopoetis, fungsi hepar dan fungsi ginjal.
Dosis obat yang dianjurkan untuk penyakit trofoblas kelompok pognosis buruk/resiko tinggi : hari ke-
- Etoposide 100mg/m2IV lebih dari 30 menit
Actinomycin D 0.5 mg IV bolus
Methotrexate2 100 mg/m2 IV bolus
200 mg/m2 IV lebih dari 12 jam
2. Etoposide 100 mg/m2 IV lebih dari 30 menit
Actinomycin D 0.5 mg IV bolus
Folinic acid 15 mg IM, IV atau oral setiap 12 jam untuk 4 dosis awal 24 jam setelah MTX diberikan.
8. Cyclophospamide 600 mg/m2 IV
Vincristine 1 mg/m2 IVbolus
Pilihan terbaik pada jenis ini adalah kemoterapi EMA/CO.
Klasifikasi WHO didasarkan pada beberapa parameter yang disebut WHO Scoring System.
Parameter
|
0
|
1
|
2
|
3
|
Usia (thn)
Kehamilan sebelumnya
Interval (bln)
βHCG sebelum terapi
ABO maternal-paternal
Ukuran tumor terbesar (cm)
Lokasi metastase
Jumlah metastase
Kemoterapi terdahulu
|
< 39
Mola
< 4
< 1000
|
> 39
Abortus
4 – 6
1000 – 10000
OxA, AxO
3 – 5
Limpa, ginjal
1 – 4
|
Aterm
7 – 12
10000 – 100000
B, AB
> 5
GIT, hati
4 – 8
single
|
> 12
> 100000
Otak
> 8
> 2
|
Total score:
0 – 4 resiko rendah 5 – 7 resiko sedang > 8 resiko tinggi
Klasifikasi menurut FIGO (International
Federation on Gynecology and Obstetrics), sistem stadium berdasarkan
penyebaran dan keadaan dua faktor resiko berupa kadar βHCG dan jarak
sejak kehamilan awal.
- Stadium I : terbatas pada uterus
- Stadium II : metastatis ke parametrium, serviks dan vagina
- Stadium III : metastatis ke paru-paru
- Stadium IV : metastatis ke organ lain, seperti usus, hepar atau otak.
Faktor resiko: -. βHCG . 100.000 mUI/ml
-. Jarak dari terminasi kehamilan awal ke diagnosis > 6 bulan
G. Diagnosis
Gejala Klinik
Perdarahan vaginal
Perdarahan vaginalmerupakan gejala yang
mencolok dan dapat bervariasi mulai spotting sampai perdarahan yang
banyak. Biasanya terjadi pada trisemester pertama dan merupakan gejala
yang paling banyak muncul pada lebih dari 90% pasien mola. Tiga perempat
pasien mengalami gejala ini sebelum usia kehamilan 3 bulan. Hanya
sepertiga pasien yang mengalami perdarahan hebat. Sebagai akibat dari
perdarahan tersebut, gejala anemia agak sering dijumpai lebih jauh.
Kadang-kadang terdapat perdarahan tersembunyi yang cukup banyak di dalam
uterus. Pembesaran uterus yang tumbuh sering lebih besar dan lebih
cepat daripada kehamilan normal, hal ini ditemukan pada setengah kasus
pasien mola. Adapula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
dengan besarnya kehamilan normal walaupun jaringan belum dikeluarkan.
Hiperemesis gravidarum
Pasien biasanya mengeluh mual muntah
hebat. Hal ini akibat dari proliferasi trofoblas yang berlebihan dan
akibatnya memproduksi terus menerus B HCG yang menyebabkan peningkatan B
HCG hiperemesis gravidarum tampak pada 15 -25 % pasien mola hidatidosa.
Walaupun hal ini sulit untuk dibedakan dengan kehamilan biasa. 10%
pasien mola dengan mual dan muntah cukup berat sehingga membutuhkan
perawatan di rumah sakit.
Ukuran uterus lebih besar dari usia kehamilan
Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan
tropoblastik yang berlebihan, volume vesikuler vilii yang besar rasa
tidak enak pada uterus akibat regangan miometrium yang berlebihan. Pada
sebagian besar pasien ditemukan tanda ini tetapi pada sepertiga pasien
uterus ditemukan lebih kecil dari yang diharapkan.
Aktifitas janin
Meskipun uterus cukup besara untuk
mencapai simfisis secara khas tidak ditemukan aktifitas janin sekalipun
dideteksi dengan instrumen yang paling sensitif tidak teraba bagian
janin dan tidak teraba gerakan janin.
Pre-eklamsia
Tanda tanda pre-eklamsia selama
trisemester pertama atau awal trisemester kedua muncul pada 10-12%. Pada
trisemester kedua sekitar 27 % pasien mola hidatidosa komplit berlanjut
dengan toksemia yang dicirikan oleh tekanan darah > 140 /90
proteinuria > 300 mg/dl dan edema generalisata dengan hiperrefleksi.
Pasien dengan konvulsi jarang.
Hipertiroid
Kadar tiroksin plasma pada wanita dengan
kehamilan mola sering meningkat (10%), namun gejala hipertiroid jarang
muncul. Terjadinya tirotoksikosis pada mola hidatidosa berhubungan erat
dengan besarnya uterus. Makin besar uterus makin besar kemungkinan
terjadi tirotoksikosis. Oleh karena kasus mola dengan uterus besar masih
banyak ditemukan, maka dianjurkan agar pada setiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara aktif dan memerlukan
evakuasi segera karena gejala-gejala ini akan menghilang dengan
menghilangnya mola.
Mola yang disertai tirotoksikosis
mempunyai prognosis yang lebih buruk, baik dari segi kematian maupun
kemungkinan terjadinya keganasan. Biasanya penderita meninggal karena
krisis tiroid. Peningkatan tiroksin plasma mungkin karena efek dari
estrogen seperti yang dijumpai pada kehamilan normal. Serum bebas
tiroksin yang meningkat sebagai akibat thyrotropin – like effect dari
Chorionic Gonadotropin Hormon. Terdapat korelasi antara kadar hCG dan
fungsi endogen tiroid tapi hanya kadar hCG yang melebihi 100.000 iu/L
yang bersifat tirotoksis. Sekitar 7 % mola hidatidosa komplit datang
dengan keluhan seperti hipertensi, takikardi, tremor, hiperhidrosis,
gelisah emosi labil dan warm skin
Kista teka lutein
Diameter kista ovarium lebih dari 6 cm
dan menyertai pembesaran ovarium. Kista ini biasanya tidak dapat
dipalpasi dengan manual tetapi diidentifikasi dengan USG pasien dapat
memberikan tekanan dan nyeri pada pelvik karena peningkatan ukuran
ovarium dapat menyebabkan torsi ovarium. Kista ini terjadi akibat respon
BHCG yang sangat meningkat dan secara spontan mengalami penurunan
(regresi) setelah mola dievakuasi, rangsangan elemen lutein yang
berlebih oleh hormon korionik gonadotropin dalam jumlah besar yang
disekresi oleh trofoblas yang berproliferasi.
Kista teka lutein multipel yang
menyebabkan pembesaran satu atau kedua ovarium terjadi pada 15-30%
penderita mola. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola
dikeluarkan tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan
pada saat follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai resiko 4
kali lebih besar untuk mendapatkan degenerasi keganasan di kemudian
hari. Pada setengah jumlah kasus, kedua ovarium membesar dan involusi
dari kista terjadi setelah beberapa minggu, biasanya seiring dengan
penurunan kadar βHCG. Tindakan bedah hanya dilakukan bila ada ruptur dan
perdarahan atau pembesaran ovarium tadi mengalami infeksi.
Embolisasi
Sejumlah trofoblas dengan atau tanpa
stroma vili keluar dari uterus ke vena pada saat evakuasi. Sebetulnya
pada setiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas ke peredaran
darah kemudian ke paru tanpa memberi gejala apapun. Tetapi pada kasus
mola kadang-kadang sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga dapat
menimbulkan emboli paru akut yang dapat menyebabkan kematian. Jumlah dan
volume akan menentukan gejala dan tanda dari emboli paru akut bahkan
akibat yang fatal, walaupun kefatalan jarang terjadi.
Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan
- inspeksi
- muka dan kadang –kadang badan kelihatan pucat kekuning-kunigan yang disebut sebagai mola face
- gelembung mola yang keluar
- palpasi
- uterus lembek dan membesar tidak sesuai kehamilan
- adanya fenomena harmonika kalau
darah dan gelembung mola keluar maka tinggi fundus uteri akan turun lalu
naik lagi karena terkumpulnya darah baru.
- Tidak teraba bagian-bagian janin dan balotemen yang gerak janin
- auskultasi
- Tidak terdengar bunyi denyut jantung janin (pada mola hidatidosa parsial mungkin dapat didengar BJJ)
- Terdengar bising dan bunyi khas
- pemeriksaan dalam
- Pastikan besarnya rahim, rahim
terasa lembek, tidak ada bagian-bagian janin, terdapat perdarahan dan
jaringan dalam kanalis servikalis dan vagina, serta evaluasi keadaan
serviks.
Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Karakteristik yang terpenting pada
penyakit ini adalah kemampuan dalam memproduksi hCG, sehingga jumlahnya
meningkat lebih tinggi dibandingkan kadar β-hCG seharusnya pada usia
kehamilan yang sama.
Hormon ini dapat dideteksi pada serum
maupun urin penderita dan pemeriksaan yang lebih sering dipakai adalah
β-hCG kuantitatif serum. Pemantauan secara hati-hati dari kadar β-hCG
penting untuk diagnosis, penatalaksanaan dan tindak lanjut pada semua
kasus penyakit trofoblastik. Jumlah β-hCG yang ditemukan pada serum atau
pada urin berhubungan dengan jumlah sel-sel tumor yang ada.
Untuk pemeriksaan Gallli mainini 1/300
suspek mola hidatiosa dan jika 1/200 kemungkinan mola hidatidosa atau
gemelli. Pengukuran β-hCG pada urin dengan kadar >100.000 mIU /ml/24
jam dapat dianggap sebagai mola.
Foto rontgen abdomen
Tidak tampaknya tulang janin pada kehamilan 3-4 bulan
USG
Gambaran berupa badai salju tanpa
disertai kantong gestasi atau janin USG ini merupakan pemeriksaan
penunjang yang spesifik antar kehamilan dengan mola hidatiosa.
Pada kelainan mola, bentuk karakteristik
berupa gambaran seperti badai salju dengan atau tanpa kantong gestasi
atau janin. Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan pada setiap pasien yang
pernah mengalami perdarahan pada trimester awal kehamilan dan memiliki
uterus lebih besar dari usia kehamilan. USG dapat menjadi pemeriksaan
yang spesifik untuk membedakan antara kehamilan normal dengan mola
hidatidosa.
Pada 20-50% kasus dijumpai adanya massa kistik di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari kista teka lutein.
Amniografi
Penggunaan bahan radiopak yang dimasukkan
ke dalam uterus secara trans abdominal akan memberikan gambaran
radiografik khas pada kasus mola hidatidosa kavum uteri ditembus dengan
jarum untuk amniosentesis. 20 ml Hypaque disuntikkan segera dan 5-10
menit kemudian dibuat foto anteroposterior. Pola sinar X seperti sarang
tawon, khas ditimbulkan oleh bahan kontras yang mengelilingi
gelombang-gelombang korion. Dengan semakin banyaknya sarana USG yang
tersedia teknik pemeriksaan amniografi ini sudah jarang dipakai lagi.
Bahan radiopaq yang dimasukan ke dalam uterus akan memberikan gambaran
seperti sarang tawon.
Uji sonde Hanifa
Sonde dimasukan pelan-pelan dan hati-hati
ke dalam kanalis servikalis dan cavum uteri . bila tidak ada tahanan
sonde diputar setelah ditarik sedikit bila tetap tidak ada tahanan maka
kemungkinan adalah mola.
Foto thorax
Untuk melihat metastase.
T3dan T4
Untuk membuktikan gejala tirotoksikosis.
H. Diagnosis banding
- Abortus
- Kehamilan ganda
- Kehamilan dengan mioma
- Hidramnion
I. Penanganan
Terapi mola hidatidosa terdiri dari 4 tahap yaitu
- Perbaiki keadaan umum
- Pengeluaran jaringan mola
- Terapi dengan profilaksis dengan sistostatika
- Follow up
Ad.1 Perbaiki keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya koreksi
dehidrasi, transfusi darah pada anemia berat (jika <8 gr %) atau
karena terjadi syok, dan menghilangkan atau mengurangi penyulit seperti
preeklampsia dan tirotoksikosis. Preeklampsia diobati seperti pada
kehamilan biasa, sedangkan untuk tirotoksikosis diobati sesuai protokol
penyakit dalam misalnya propiltiourasil 3 x 100 mg oral dan propanolol
40-80 mg.
Ad. 2 Pengeluaran jaringan mola
- Kuretase
Dilakukan jika pemeriksaan DPL kadar β-hCG serta foto thorax selesai
bila kanalis servikalis belum terbuka
maka dilakukan pemasangan laminaria dan kuretase dilakukan 24 jam
kemudian. Sebelum kuretase dengan kuret tumpul terlebih dahulu siapkan
darah 500 cc dan pasang infus dengan tetesan oxitocyn 10 mIU dalam 500
cc Dextrose 5 % dan seluruh jaringan hasil kerokan di PA. Tujuh sampai
10 hari sesudah kerokan itu dilakukan kerokan ulangan dengan kuret
tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul kosong dan untuk
memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblas yang dapat ditemukan.
Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemungkinan
keganasan.
- Histerektomi
Untuk mengurangi frekuensi terjadinya penyakit tropoblas ganas sebaiknya histerektomi dilakukan pada
- wanita diatas 35 tahun
- anak hidup di atas 3 orang
- wanita yang tidak menginginkan anak lagi
Apabila ada kista teka lutein maka saat
histerektomi, ovarium harus dalam keadaan baik, karena akan menjadi
normal lagi setelah kadar β-HCG menurun.
- Histerotomi
Tidak lagi menjadi metode pilihan.
Ad.3 Terapi profilaksis dengan sitostatika
Diberikan pada kasus mola
dengan resiko tinggi akan terjadi keganasan, misalnya pada umur tua (35
tahun), riwayat kehamilan mola sebelumnya dan paritas tinggi yang
menolak untuk dilakukan histerektomi, atau kasus dengan hasil
histopatologi yang mencurigakan.Biasanya diberikan methotrexat atau
actinomycin D. Tidak semua ahli setuju dengan cara ini, dengan alasan
jumlah kasus mola menjadi ganas tidak banyak dan sitostatika merupakan
obat yang berbahaya. Goldstein berpendapat bahwa pemberian sitostatika
profilaksis dapat menghindarkan keganasan dengan metastase, serta
mengurangi koriokarsinoma di uterus sebanyak 3 kali.
Kadar β-hCG di atas 100.000
IU/L praevakuasi dianggap sebagai resiko tinggi untuk perubahan ke arah
ganas, pertimbangkan untuk memberikan methotrexate (MTX) 3×5 mg sehari
selama 5 hari dengan interval 2 minggu sebanyak 3 kali pemberian. Dapat
juga diberikan actinomycin D 12 µg/kgBB/hari selama 5 hari.
Ad .4 Follow up
Lama pengawasan berkisar
antara satu atau dua tahun, mengingat kemungkinan terjadi keganasan
setelah mola hidatidosa (± 20%). Untuk tidak mengacaukan pemeriksaan
selama periode ini pasien dianjurkan untuk tidak hamil dulu, dengan
pemakaian alat kontrasepsi.
Selama pengawasan, secara
berkala dilakukan pemeriksaan ginekologik, kadar β-hCG dan radiologi.
Pemeriksaan ginekologi dimulai satu minggu setelah pengeluaran jaringan
mola. Pada pemeriksaan ini dinilai ukuran uterus, keadaan adneksa serta
cari kemungkinan metastase ke vulva, vagina, uretra dan cervix.
Sekurang-kurangnya pemeriksaan diulang setiap 4 minggu.
Cara yang paling peka saat
ini adalah dengan pemeriksaan β-hCG yang menetap untuk beberapa lama.
Jika masih meninggi, hal ini berarti masih ada sel-sel trofoblas yang
aktif. Cara yang umum dipakai sekarang ini adalah dengan
radioimmunoassay terhadap β-HCG sub unit. Pemeriksaan kadar β-HCG
dilakukan setiap minggu atau setiap 2 minggu sampai kadar menjadi
negatif lalu diperiksa ulang sebulan sekali selama 6 bulan, kemudian 2
bulan selama 6 bulan. Seharusnya kadar β-HCG harus kembali normal
dalam 14 minggu setelah evakuasi.
Pemeriksaan foto toraks
dilakukan tiap 4 minggu, apabila ditemukan adanya metastase penderita
harus dievaluasi dan dimulai pemberian kemoterapi.
Apabila Pemeriksaan fisik,
foto toraks dan kadar β-HCG dalam batas normal, follow up dapat
dihentikan dan ibu diperbolehkan hamil setelah 1 tahun. Bila selama masa observasi kadar β-HCG menetap atau bahkan cenderung meningkat atau pada pemeriksaan klinis.
Pemakaian IUD merupakan kontraindikasi.
Pil KB kombinasi tidak hanya memperlambat penurunan titer β-HCG namun
juga dapat menstimulasi neoplasia trofoblas dan pil KB kombinasi ini
dapat digunakan bila β-HCG negatif. Anjuran sterilisasi biasa dilakukan
pada penderita usia tua ataupun penderita yang telah memiliki cukup
anak.
J. Komplikasi
- 1. Komplikasi non maligna
Perforasi uterus
Selama kehamilan kadang-kadang terjadi
dan jika terjadi perforasi uterus , kuretase harus dihentikan.
Laparoskopi atau laparotomi harus dilakukan untuk mengetahui tempat terjadinya perforasi.
Perdarahan
Merupakan komplikasi yang terjadi sebelum
selama dan bahkan setelah tindakan kuretase. Oleh karena itu oksitosin
intravena dilakukan sebelum memulai tindakan kuretase sehingga
mengurangi kejadian perdarahan ini.
DIC
Faktor yang dilepaskan jaringan mola
mempunyai aktivitas fibinolitik. Semua pasien di-skreening untuk melihat
adanya koagulopati.
Embolisme tropoblastik
Dapat menyebabkan insufisiensi pernapasan
akut. Faktor resiko terbesar terjadi pada uterus yang lebih besar dari
yang diharapkan pada usia gestasi 16 minggu. Keadaan ini bisa fatal.
Infeksi pada sevikal atau vaginal.
Perforasi pada dinding uterus yang tipis
selama evakuasi mola dapat menyebabkan penyebaran infeksi. Ruptur uteri
spontan bisa terjadi pada mola benigna dan mola maligna.
- 2. Komplikasi maligna
mola invasif atau koriokarsinoma
berkembang pada 20 % kasus mola dan identifikasi pasien penting untuk
tindakan selanjutnya setelah mola komplit invasi uteri terjadi pada 15 %
pasien dan metastase 4 pasien. Tidak terdapat kasus koriokarsinoma yang
dilaporkan selah terjadi mola incomplete meskipun ada juga yang menjadi
penyakit tropoblastik non metastase yang menetap yang membutuhkan
kemoterapi.
K. Prognosis
Karena diagnosis yang dini dan pengobatan
yang tepat mortalitas akibat mola hidatidosa pada dasarnya tidak
terjadi. Sekitar 20 % mola komplet berkembang menjadi keganasan
trofoblas. Anjuran untuk memberikan kemoterapi pada pasien pasca mola
hidatidosa untuk 20 % belum dapat diterima semua pihak untuk mencegah
keganasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar