Campak merupakan salah satu jenis
penyakit menular penyebab berbagai komplikasi. Penyakit ini banyak
terjadi di kalangan balita dan anak pra-sekolah ini berpotensi
menyebabkan wabah dan kejadian luar biasa (KLB) serta menyebabkan kematian.
Penyakit campak merupakan infeksi virus Paramyxovirus
yang sangat menular. Gejalanya ditandai dengan demam, batuk, peradangan
selaput ikat mata (konjungtiva) dan ruam kulit. Tanpa imunisasi, wabah
campak akan terjadi dalam kurun waktu dua-tiga tahun terutama pada anak
usia pra sekolah.
Data dari WHO dan UNICEF menyebutkan,
Indonesia berada di posisi ke-4 sebagai negara dengan banyak anak yang
tidak diimunisasi, atau diimunisasi tetapi tidak lengkap. Padahal,
penyakit campak itu termasuk penyakit yang berbahaya.
Di dunia, campak merenggut 450 jiwa
setiap hari atau 18 nyawa setiap jam. Namun penyakit ini bisa dicegah
lewat imunisasi. Di Indonesia, sejak 1984 Kementerian Kesehatan telah
melakukan program imunisasi campak dosis pertama pada bayi usia 9 bulan
pada 1984, kemudian meningkat sampai 85,4 persen pada 1990 dan bertahan
sampai 91,8 persen pada 2004. Tetapi dengan pertimbangan efektifitasnya
hanya meliputi 85 persen pada bayi umur 9 bulan, cakupan imunisasi hanya
melindungi 76,5 persen bayi. Sedangkan sisanya masuk dalam kelompok
rentan campak.
Banyak orang tua yang seringkali
melewatkan periode imunisasi pada anaknya. Faktor kelalaian inilah yang
akhirnya membuat banyak anak Indonesia rentan terhadap berbagai jenis
penyakit, seperti campak. Alasan orang tua tidak mengimunisasi anaknya
antara lain karena khawatir efek samping (kejadian ikutan pasca
imunisasi/KIPI), isu obat imunisasi tidak halal dan karena tidak paham
dampak bila anak tidak diimunisasi.
Padahal menurut Dirjen Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan RI,
vaksin campak sudah dinyatakan halal oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Vaksin itu juga aman, meski bisa menimbulkan reaksi pada sedikit anak,
jarang yang serius, paling-paling ruam kulit ringan, demam ringan atau
pilek. Resiko tidak diimunisasi lebih besar daripada bila diimunisasi.
Jika di suatu daerah 100% anak diimunisasi campak, sebenarnya
efektivitasnya hanya 85%, karena 15% anak kebal terhadap imunisasi.
Namun,
bila kesadaran akan pentingnya imunisasi campak turun, maka tingkat
penyebaran wabah campak akan semakin tinggi. Ini berarti jumlah anak
yang berpotensi menyebarkan wabah campak kepada teman-temannya pun
semakin tinggi!
Virus campak yang mudah menular lewat
percikan ludah di udara saat orang batuk atau bersin, dan berpindah
dengan mudah di tempat-tempat umum, seperti bandara, pelabuhan, lalu
menyebar ke mal, pusat rekreasi, dan akhirnya bisa juga ke rumah Anda!
Jadi, selagi bisa sebaiknya penyakit
campak harus kita cegah dengan melakukan imunisasi campak saat usia bayi
9 bulan dan imunisasi ulangan di usia 6 tahun. .
Sumber gambar :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar